menghadirkan tulisan yang informatif, inspiratif, dan inovatif

Pramoedya Ananta Noer

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Sekolah Tanpa PR?

(sumber: greatschools.com)
Beberapa waktu ini perencanaan kebijakan pendidikan baru oleh Mendikbud, Muhadjir Effendi, menjadi ramai diperbincangkan. Kebijakan tersebut adalah penghapusan PR di sekolah. Beliau menyampaikan hal ini saat menghadiri acara pelantikan dirjen guru dan tenaga pendidikan.

"PR itu sejatinya memang jangan dibebankan lagi ke siswa. Jadi sekolah-sekolah mengembangkan cara-cara belajar yang tuntas," ujar Muhadjir.

Secara tidak langsung, beliau mengharapkan agar guru menyelesaikan pelajaran di sekolah, sehingga dirumah, siswa dapat melakukan hal lain. 

Wacana penghapusan PR di sekolah sebenarnya telah muncul sejak dua tahun lalu. Bahkan ada beberapa sekolah yang telah menerapkan kebijakan ini, khususnya sekolah yang bersifat Full day School.

Rupanya Kemendikbud ingin agar sistem pendidikan Indonesia tidak kalah dengan sistem pendidikan di negara-negara dengan pendidikan yang maju. Sebut saja Finlandia yang merupakan negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Hal ini terbukti dari hasil tes PISA (Programme for International Student Asessment) dimana siswa Finlandia selalu memperoleh peringkat teratas.

Sekolah-sekolah di Finlandia tidak memberikan beban kepada siswa melalui PR. Ujian bukanlah standar guru untuk menilai kemampuan siswa. Hanya ada satu tes standar wajib yaitu ketika siswa berusia 16 tahun. 

Selain itu, di Finlandia, kurikulum nasional hanya sebagai pedoman, sisanya bersifat fleksibel. Berbeda dengan di Indonesia yang menyama-ratakan standar ditiap sekolah. Terkadang menyampingkan kualitas dan kuantitas sumber daya pengajar, kemampuan dasar siswa, maupun kondisi sosial budaya lingkungan sekolah.
(sumber: cohort21.com)
Kembali ke topik penghapusan PR. Pekerjaan rumah atau kita kenal PR adalah tugas yang diberikan seorang pengajar kepada nara didik. PR dikerjakan baik secara mandiri maupun kelompok di luar ruang kelas. PR merupakan suplemen tersendiri untuk meningkatkan wawasan, kedisiplinan, dan rasa tanggung jawab siswa. 

Setidaknya ada 3 tujuan diberikan PR: Mengulang pelajaran, menuntaskan pelajaran, dan penunjang nilai akhir

1. Mengulang pelajaran
Salah satu cara pengajar untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang pelajaran yang telah ia sampaikan adalah dengan memberikan soal latihan untuk dikerjakan dirumah. Soal tersebut  akan membuat siswa kembali membuka catatan saat di sekolah. Dengan begitu siswa akan semakin memahami apa yang telah ia pelajari.

2. Menuntaskan pelajaran
Benar kata Mendikbud bahwa guru terkadang tidak tuntas dalam memberikan pelajaran di sekolah. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sistem pendidikan di Indonesia membuat siswa harus mempelajari banyak hal disekolah. Sementara tidak semua sekolah menerapkan sisem Full day School yang mempunyai banyak waktu untuk membahas habis setiap pelajaran. Selain itu, guru juga memikirkan kondisi siswa jika harus menerima banyak materi pelajaran dalam satu waktu.

Guru melakukan langkah taktis untuk mengatasi keterbatasan waktu dan kondisi siswa dengan memberikan pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah ini nantinya akan memberikan kesempatan bagi siswa secara mandiri untuk mencari informasi lain yang belum disampaikan guru di sekolah. Hal ini dapat meningkatkan wawasan dan kreatifitas siswa.

3. Penunjang nilai akhir
Guru sering kali dipusingi mengenai nilai siswa yang tidak mencukupi standar kelulusan. Padahal guru menilai bahwa siswa tersebut sebenarnya mampu untuk lulus. Sehingga kebanyakan guru mengakalinya dengan memberi tugas tambahan untuk dikerjakan di rumah. Harapannya, siswa dapat belajar lagi dan nilai tugas tersebut dapat menambah nilai untuk mencukupi standar.

Pekerjaan rumah sangat penting untuk membuat siswa lebih memanfaatkan waktunya dengan baik. Kita tahu sendiri bagaimana kondisi anak-anak di Indonesia. Mereka lebih memilih bermain gadget dibanding belajar. 

Dengan adanya PR, setidaknya mereka punya pekerjaan yang bermanfaat untuk dikerjakan. Bisa mengalihkan mereka dari bermain gadget secara berlebihan.

Penghapusan PR sebenarnya bagus untuk diterapkan, untuk memberikan waktu istirahat bagi siswa. namun tentu saja perlu pengkajian yang amat panjang. Tidak bisa semerta-merta dihapuskan. Jika saja sistem pendidikan di Indonesia telah baik, yang didukung dengan kualitas dan kuantitas pengajar yang merata di tiap daerah, kebijakan ini tidak salah untuk diterapkan.

Terkhusus lagi bagaimana dukungan keluarga sebagai penyelenggara pendidikan yang paling dekat dengan siswa. Keluarga harus menciptakan kondisi yang edukatif di rumah. Sehingga walaupun tidak ada pekerjaan rumah, siswa dapat menggunakan waktu untuk mengulang pelajaran, menambah wawasan, serta banyak membaca buku. 
"Sekolah-sekolah saja tidak dapat memajukan masyarakat, tetapi keluarga di rumah harus turut bekerja. Lebih-lebih dari rumahlah kekuatan mendidik itulah harus berasal" - R.A Kartini
Tentu saja kita tidak mengharapkan dengan dihapuskannya PR malah memberi kebebasan siswa untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat dirumah, seperti menggunakan gadget untuk hal yang tidak penting secara berlebihan.

Yah apapun kebijakannya nanti, kita semua berharap sistem pendidikan Indonesia lebih baik lagi.

Pesona Kotak Kosong, Manuver Politik Tak Terduga

Kota Makassar menjadi pusat perhatian dalam beberapa waktu ini.  Hakim meminta pasangan petahana Walikota Makassar Danny Pomanto-Indira didiskualifikasi sebagai kontestan pada Pilkada Kota Makassar dalam putusan PT-TUN Nomor: 6/G/Pilkada/2018/PTTUN.MKS Tahun 2018 pada 21 Maret 2018. Hal ini menghadirkan suatu kontestasi yang cukup unik karena paslon Munafri Afifuddin-Andi Rachmatika Dewi yang 'gemuk' akan dukungan partai, akan melawan kotak kosong dalam Pilkada kali ini. Dan siapa sangka, kotak kosonglah yang menjadi pemenang setelah berhasil menampung banyak suara masyarakat kota Makassar.
(sumber: mojok.co.id)
Dalam kabar yang dihimpun oleh Kompas.com, perolehan suara kotak kosong memperoleh suara Pilkada Makassar 2018 sebanyak 53,23 persen dan perolehan suara calon tunggal Appi-Cicu yang diusung 10 partai besar memperoleh suara sebanyak 46,77 persen.
(sumber: kompas regional) 
Kemenangan kotak kosong dalam kontestasi Pilkada menjadi sebuah sejarah baru dalam dunia politik di Indonesia. Hal ini juga telah membuktikan bahwa masyarakat Indonesia telah memanfaatkan suatu sistem demokrasi yang bebas aktif. Fenomena kotak kosong tidak membuat masyarakat pendek pikir untuk memilih calon yang telah pasti. Masyarakat memiliki banyak pertimbangan agar hasil dari pilkada adalah seorang pemimpin yang dapat menampung segala aspirasi dan mampu peka melihat hal-hal yang dibutuhkan masyarakatnya.

Disisi lain, partai politik pengusung paslon perlu melakukan evaluasi mendalam tentang kekalahan yang diperoleh. Mempersiapkan kader partai yang siap saing dalam kontestasi pilkada, bukan sekedar yang terkenal dan elektabilitasnya tinggi saja. Masyarakat kita telah cerdas, butuh formulasi yang sangat matang untuk dapat memperoleh simpati masyarakat.
(sumber: ilmupengetahuanumum.com)

Dari Tempo.co, komisioner KPU Evi Novida menjelaskan bahwa aturan mengenai kondisi ketika kotak kosong memenangkan perolehan suara telah diatur dalam peraturan KPU. Lebih lanjut ia mengatakan hal semacam ini sudah diatur dalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2018. Penetapan pemilihan ulang jika suara kolom kosong lebih banyak, maka dapat dilaksanakan di tahun berikutnya. "Atau dilaksanakan sebagaimana jadwal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujarnya.

Hasil telah ditetapkan, walaupun banyak yang mencibir bahwa kemenangan kotak kosong ini tidak sah dan banyak kecurangan. Ada 'lobby-lobby' terselubung dari oknum tertentu yang turut campur. Itu merupakan permasalahan klasik. Yah mungkin untuk saat ini saya hanya mengamati, menanti manuver politik apalagi yang akan hadir.

Back To Top