menghadirkan tulisan yang informatif, inspiratif, dan inovatif

Pramoedya Ananta Noer

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Puisi "Untukmu Pahlawanku"

Puisi "Untukmu Pahlawanku"

Untukmu Pahlawanku

Siang itu…
Terdengar riuh suara letupan senjata api
Beradu riuh dengan suara teriakan mereka
Yang dengan tangguh menantang lawannya

Terdengar pula dentuman suara Meriam
Amat keras memecah gendang telinga
Tak gentar, dengan keras mereka berteriak
“Merdeka!!!”

Satu persatu dari mereka gugur
Jatuh kembali kepangkuan ibu pertiwi
Meninggalkan keluarga yang hanya pasrah
Berharap juang mereka tak sia-sia

Mereka pahlawan Indonesia
Yang gagah berani mengusir penjajah
Bersenjatakan bambu runcing dan tekad yang kuat
Berkorban nyawa, merelakan jiwa raga
Demi kemerdekaan Indonesia tercinta

Pahlawan ku…
Lihatlah kini ibu pertiwi dapat tersenyum
Bendera merah putih dengan anggun berkibar
Menghiasi langit Indonesia yang kini merdeka

Kami sadar, ucapan terima kasih tak cukup untuk membalas tiap air mata, peluh, dan darah juang mu merebut kemerdekaan bangsa ini.

Kami akan melanjutkan perjuangan mu, mempertahankan kemerdekaan bangsa ini, bukan hanya dari para penjajah, melainkan dari mereka para penghianat bangsa
Mereka para koruptor pemakan uang rakyat
Mereka para provokator pemecah belah rakyat
Mereka para penggila kekuasaan, yang lupa akan rakyatnya

Untukmu Pahlawanku
Tenanglah di alam sana
Kini giliran perjuangan kami

Selasa dan Rasa


Selamat pagi selasa
Untuk mu yang telah terbiasa
Menjadi ahli dalam memendam rasa

Tahukah kamu betapa egoisnya diri mu?
Menikmati rasa sendiri
Dari tiap curi pandang mu
Dari tiap obrolan basa basi mu
Dan dari segala tindak 'kepo' mu yang tiap
malam memantau akun medsosnya

Sedikit sepakat dengan pandangan mu
Bahwa ego ini lahir karna sikapnya
Dengan penuh ego hadir menguasa
Mencuri hati, mengalihkan perhatian, bahkan mengubah dunia mu

Dan akhirnya
Rasa tak bertemu, ego selalu beradu

Takut atau Cinta?


Kita terlalu lama duduk dalam kilau terang realitas, realitas yang terlihat nyaman namun justru amat gelap dan kelam

Alangkah naifnya bahwa dalam ruang ide kita, hanya aman selamat yang hadir tanpa rasa ikhlas
Aman selamat dengan latar belakang takut..
Ruang hati penuh rasa takut, yang akhirnya hanya tunduk dan patuh dalam cengkraman apa yg ditakuti

Mengapa rasa takut yg ditinggikan? Bukankah Tuhan telah memberikan rasa cinta sebagai rasa terindah dalam hidup kita?

Cinta, sebuah rasa yang sangat rumit dalam segala kesederhanaan nya.
Cinta seharusnya menjadi dasar dalam melakukan segala aktivitas.

Sebagai hamba, apakah bijak ketika kita hanya takut pada-Nya, padahal Ia selalu memberi kita anugrah dalam hidup kita? Pantaskah Ia hanya ditakuti?

Mengapa bukan cinta yg kita berikan, dalam tujuan syukur yang kita haturkan pada-Nya, Ikhlas melaksanakan tugas-Nya, bukan hanya dogma hukuman yang akhirnya membuat kita dipenuhi rasa takut?

Begitupun dalam sisi kehidupan yang lain. Yang akhirnya membuat gelap dan terang menjadi amat jelas, bukan hanya dengan indera kita, melainkan juga mata hati kita

Kisah Api Unggun

(sumber:superadventure.co.id)
Gelap malam datang bersama udara dingin. Ditengah hutan pinus, tempat perkemahan kami. Api unggun pun menjadi solusi. 
Api unggun
Terang menelan gelap
Melawan dingin di malam senyap
Menyatukan kami dalam satu lingkaran genap
Hangat api unggun membuatku betah berlama didekatnya. Membuat lupa bahwa malam semakin larut. Aku terhanyut, namun terlintas sebuah kisah pilu. 
 Ini kisah api unggun
Yang menyala terang nan anggun
Walaupun harus membakar kayu
Kemudian menjadi abu tersapu bayu

"Hei kayu! Tidak kah kau sadar!? Kau selama ini disakiti!"
"Tidak wahai anak muda."
"Lihatlah si api, mereka mengingat cahayanya, mengenang kehangatannya, sementara kau hanya jadi abu yang dianggap kotor"
"Tidak masalah, lagipula api tak bisa hadir tanpa diriku"
"tapi....."

Api unggun semakin lahap
Kayu pun habis ia santap
Kini tersisa abu dan asap. 

Asap berbisik pada ku, "Tak ada yang dapat kau lakukan anak muda. Toh manusia juga begitu."

Bukankah pahlawan itu ada, jika ada yang tertindas?
Bukankah yang benar itu semakin benar, jika ada yang disalahkan?
Bukankah semua terdengar jelas, jika ada yang dibungkam?
Bukankah ada sejahtera, jika ada yang sengsara?
Bahkan, cinta akan terasa, jika ada yang tersakiti?

Inilah kisah api unggun
Yang kerap menjadi lamun
Selalu menghadirkan ragu
Tentang fakta yang dianggap tabu

Puisi "Nelangsa"

Nelangsa yang menyekap. Mencengkram ingin menyantap. Bergejolak tak ingin ditolak. Tak sanggup, ku tergeletak.

Sembunyikan aku, dalam gelap pekat
Selamatkan aku, ini belum terlambat
Sadarkan aku, ia lah sumber nelangsa

Lucunya, ia tak sadar. Selalu menyapa dengan senyum manis tak berdosa. Membuat ku semakin jatuh dalam nelangsa ini.

Lucunya, ku mulai nikmati. Tak mampu lari, ku harap selalu diberi. Diberi nelangsa, cinta tak tersampaikan.

Nelangsa ku ratapi
Nelangsa ku nikmati
Nelangsa ku tak mengerti

-Muhammad Ilham-

Puisi "Warung Kopi Favorit"


Sembari merebah, ku bayangkan dirimu
Sosok sederhana, ada senyum tiap temu
Senyum yang selalu ku ingat
Membuat tenang ketika penat

Ku beranikan lebih mengenalmu
Gadis manis penuh semangat
Tingkah mu lucu, susah ditebak

Jauh ku mengenal
Semakin jauh hatiku jatuh
Jatuh ke rasa bernama cinta
Yang nyaman ku nikmati sendiri

Bukan ku egois
Saat ini aku bukan siapa-siapa
Belum punya apa-apa

Ku nikmati sendiri
Sambil bersantai di sore hari
Semilir angin menyejukkan
lagu cinta yang tepat
Disini, warung kopi favorit kita

-Muhammad Ilham-

Puisi "Redup Cahaya"

(sumber: Mandaam.wordpress.com)

Redup Cahaya

Terperangkap ku dalam rimba kegelisahan
Sinar mentari terhalang rimbun ketidakpastian
Tanah pun lembab ditumbuhi jamur keragu-raguan

Akar tanaman mengikat kaki
Ku tak mampu berjalan
Sekedar berdiri pun tak kuat
Aku merayap meratap

Masih disini dan malam pun tiba
Sangat sunyi gelap gulita
Sayup-sayup terdengar tawa buas
Nalar ini mulai tak waras

Nyatanya...
Masih ada redup cahaya
Tak terang tapi tenang
Menjaga asa tuk tetap maju
Walau harus merayap meratap

Redup cahaya... 
Dengan akrab ia menyapa
Aku mimpi mu

-Muhammad Ilham-

Puisi "Mungkin T'lah Kau Lupa"

(sumber: ngelmu.co.id)

Mungkin T'lah Kau Lupa

Kala mata tak lagi jelas melihat
Walau jejak penindasan tak samar lagi
Semua terlihat baik-baik saja

Telinga pun tak mendengar rintih lirih mereka
Saat tercekik akibat kenaikan harga
Hanya terdengar janji manis sang penguasa

Tak ingatkah kala mulut mu tak mampu berucap
Saat di depan mu terjadi penyelewengan hak
Oleh janji rupiah, mulut mu tersumpal

Mungkin t'lah kau lupa
Dulu tangan mu masih kekar mengepal
Kaki mu menapak berkilo-kilo meter
Terik matahari tak terasa menggigit di kulitmu
Satu suara mereka selalu wajib untuk dibela

Siang ini, di ruang sempit itu kau masih nyaman
Posisi teraman, jauh dari jangkauan
Membaca tiap elegi lalu terabai kemudian

-Muhammad Ilham-

Puisi "Yang Tersampaikan"


Yang Tersampaikan 

Percayalah
Semuanya telah tersampaikan

Tiap keberanian yang kau bangun untuk sekedar memulai 'chat' dengannya
Tiap tombol 'delete' dalam usaha mu membuat 'chat' dengannya tak cepat berakhir
Tiap pikir keras mu dalam mengolah balasan singkat darinya
Bahkan..
Tiap pesan tersirat dalam status media sosial mu
Pun akan tersampaikan

Karna setiap harap penyatuan rasa yang tak tersampaikan
Hanya menjadi belati penyayat hati

-Muhammad Ilham-

Puisi "Hujan Hari Ini"



Hujan Hari Ini

Tentang air langit yang kembali ke bumi
T'lah lama ia menanti hari ini
Menjelma menjadi tetesan hujan
Membawa pesan yang berkesan

Gerimis membawa nada syahdu
Getarkan hati akibat rindu
Lama ia tak berjumpa
Harapnya, semoga kau baik-baik saja

Semakin deras
Tentang ia yang telah tinggi
Pangkat tinggi, gaji selangit
Jangan kan rindu pernah sekelas
Menengok pun tak mau lagi
Ia jatuh dengan keras

Hujan hari ini
Bukan gerimis, deras pun tidak

Ia mendayu-dayu, merayu untuk tinggal disini

Bukan tidak baik di atas sana
Ini semua tentang kenangan
Saat bermain bersama dalam genangan
Tanpa status kelas yang menahan

Hujan telah reda
Air langit kembali ke bumi

-Muhammad Ilham-
Back To Top