menghadirkan tulisan yang informatif, inspiratif, dan inovatif

Pramoedya Ananta Noer

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Literasi Sebagai Filter Informasi di Era Milenial

(sumber: hipwee.com)
Perkembangan teknologi khususnya di bidang informasi telah berkembang pesat. Sangat banyak aplikasi maupun situs yang menawarkan ketersediaan informasi hanya dalam hitungan detik di tangan penggunanya. Menurut Kompas.com, di Indonesia sendiri telah terdata sekitar 43.000 media massa online yang dapat diakses. Informasi saat ini layaknya udara yang selalu berhembus dan mudah didapatkan.

Sayangnya banyak pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan ini untuk menyebarkan berita bohong (Hoax). Perkembangan teknologi informasi rupanya tidak diiringi dengan perkembangan pola pikir masyarakat pengguna internet. Segala informasi diterima secara mentah tanpa ada penyaringan terlebih dahulu. Akhirnya, berita hoax tersebut menggiring opini masyarakat dan kemudian membentuk persepsi yang salah terhadap fakta sesungguhnya.

(sumber: Alinea.id)

Menurut Wikipedia, Hoax atau pemberitaan palsu atau fake news adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya agar mempercayai sesuatu, sang pembuat berita palsu tersebut sadar bahwa berita tersebut memang palsu. Berita yang bersifat satir ataupun parodi juga dianggap sebagai fake news.

Bramy Biantoro, seorang penulis di situs Merdeka.com,menyatakan bahwa ada empat bahaya yang ditimbulkan dari berita Hoax, yaitu: hoax dapat membuang waktu dan uang, hoax dapat mengalihkan isu, hoax sebagai sarana penipuan public, serta hoax sebagai pemicu kepanikan public).

Ada beberapa faktor penyebab mudahnya tersebar berita hoax di Indonesia, salah satunya ialah kurangnya minat membaca. Hal ini dibuktikan berdasarkan data oleh The World Most Literate Nation Study, bahwa peringkat literasi Indonesia menepati peringkat ke 60 dari 61 negara.

(sumber: artikelkomputermenarik.blogspot.com)
Peningkatan budaya literasi perlu digencarkan, mengingat bahwa literasi saat ini bukan hanya kemampuan dalam hal membaca dan menulis. Makna literasi pada era milenial semakin meluas menjadi kemampuan untuk mengakses, memilih, mengolah, memahami dan menggunakan informasi dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.

Literasi akan menjadi filter terhadap banyaknya informasi yang beredar di masyarakat. Wawasan masyarakat akan semakin luas karena rajin membaca berbagai literatur, yang membuat mereka menjadi kritis terhadap informasi. Dengan sikap kritis inilah masyarakat akan berhati-hati dalam mencerna informasi, kemudian melakukan analisis sebelum bersikap dan bertindak.

Sebagai pemuda seharusnya kita sadar bahwa sikap kritis yang bijaksana atas segala informasi yang beredar, dapat menghasilkan rasa damai ditengah kehidupan masyarakat. Dengan kesadaran itulah, mari kita bangkitkan budaya literasi pada diri kita sendiri dan menularkannya kepada orang-orang sekitar kita, sehingga berita hoax tidak lagi menjadi ancaman serius di Indonesia.


(sumber: Fbi.gov)

7 Aturan Tentang Makan Ala Suku Bugis

Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku dan budaya. Setiap suku dan budaya mempunyai beragam adat istiadat yang menjadi aturan tak tertulis dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Menurut Academia, Adat istiadat adalah perilaku budaya dan aturan-aturan yang telah berusaha diterapkan dalam lingkungan masyarakat. Adat istiadat merupakan ciri khas suatu daerah yang melekat sejak dahulu kala dalam diri masyarakat yang melakukannya.

Banyak hal yang diatur dalam adat istiadat, mulai dari ritual keagamaan, pesta pernikahan, cara bertetangga, bahkan aturan saat menyantap makanan juga diatur di dalamnya. Kali ini yang akan saya bagikan adalah tentang adat istiadat suku saya, suku Bugis (Sulawesi Selatan) saat menyantap makanan. 
(sumber: Makasssar.terkini.id)

7 aturan saat menyantap makanan ala suku Bugis

1. Saat bertamu, jangan menolak saat dipanggil makan
Dalam adat bugis, jangan menolak saat dipanggil makan. Sekalipun ketika menjadi tamu dan dalam keadaan terburu-buru untuk pamit, sobat harus tetap menanggapi panggilan tersebut. kata orang tua saya, jika melanggar, bisa mendatangkan bala dalam perjalanan. Biasanya, dalam keadaan tersebut, sobat bisa memakan sesuap nasi kemudian meminum air dan berpamitan ke pemilik rumah. Menurut saya, secara logis, ini merupakan bentuk penghormatan kepada tuan rumah dan membuat hubungan tamu dan tuan rumah lebih baik.

2. Makan bersama sangat diutamakan
Makan bersama sangat diutamakan karena suku bugis meyakini bahwa orang yang sering makan bersama tidak akan saling menyakiti. Khususnya dalam keluarga, masalah yang terjadi juga dapat dibicarakan di meja makan. Hal ini ternyata juga dibenarkan oleh psikolog Dra Ratih Ibrahim. ia mengatakan bahwa bersantap bersama keluarga di rumah menyimpan dampak positif yang bisa membantu meningkatkan keharmonisan keluarga.
(sumber: islamidia.com)

3. Penyajian Makanan
Saat makan bersama, makanan berupa lauk pauk dan sayuran selalu disajikan dibaki atau nampan besi berbentuk lingkaran, sementara nasi diletakkan diluar baki tersebut. Tidak lupa disediakan mangkuk atau wadah tempat cuci tangan beserta kain untuk mengeringkan tangan. 
(sumber: minumkopi.com)

4. Mendahulukan tamu atau orang yang lebih tua
Dalam mengambil makanan, selalu didahulukan tamu atau orang yang lebih tua. Hal ini sebagai tanda penghormatan dan sopan santun saat makan. Selain itu, tuan rumah juga tidak akan menyelesaikan makanannya sebelum tamunya selesai makan. Biasanya mereka makan lebih lambat atau menambah sedikit makanannya jika tamunya belum selesai makan.

5. Tidak memegang alas piring saat makan
Kebiasaan ini berlaku saat sobat mengangkat piring ketika makan. Tangan tidak boleh diletakkan tepat di bawah piring, melainkan di pinggir piring. Kata orang tua, pamali. Menurut saya, penjelasan logisnya adalah untuk menghindari panas dari makanan saat alas piring menyentuh tangan kita.

6. Sisakan sedikit sebelum menambah makanan
Saya pernah dimarahi karena menambah makanan ketika piring saya telah bersih. Bagi orang bugis ini tidak boleh dilakukan karena mereka menganggap jika piring telah bersih, maka itu adalah penanda bahwa telah selesai makan. Jadi ketika sobat ingin menambah makanan dipiring, usahakan sisakan sedikit sebelum menambah. 

7. Jangan sisakan sedikit pun makanan 
Tiap makanan mengandung berkah dari hasil kerja keras dalam mendapatkan dan menyajikannya. Orang bugis percaya, sebutir nasi pun punya berkah tersendiri di dalamnya. Sehingga diusahakan untuk mengambil makanan secukupnya di piring sobat, supaya menghidari menyisakan makanan jika tidak mampu menghabiskannya.
(sumber: Lentera zaman)

Itulah kurang lebih adat istiadat ketika makan dari suku bugis. Intinya, bahwa aturan-aturan di atas mengajarkan kita untuk bersikap sopan santun, menghormati dan menghargai baik tamu maupun tuan rumah, bagaimana kita meningkatkan keharmonisan keluarga, dan mensyukuri pemberian Tuhan. Semoga bermanfaat jika sobat bertamu di rumah orang bugis.
Back To Top