![]() |
| Dokumentasi pribadi |
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” - Pramoedya Ananta Tour
Rabu, 21 Mei 2025
Bekerja dengan Kesadaran Taktis – Catatan Kecil dari Meja yang Kadang Penuh Laporan, Kadang Penuh Camilan
Selasa, 13 Mei 2025
Ketika Hidup Terasa Gila: Renungan di Puncak Sunyi
![]() |
| Source : Dokumentasi Pribadi |
"When life itself seems lunatic, who knows where madness lies?"
— Tara Westover, Educated
Pertanyaan itu saya bawa ketika suatu pagi saya memutuskan mendaki seorang diri. Rencana awal saya ingin snorkeling bersama teman-teman, tapi mereka batal. Dan saya, mungkin karena tak ingin hari itu berlalu begitu saja, memilih mendaki bukit seorang diri.
Saya datang dengan ringan: jaket, hape, dan dompet. Tubuh saya cukup fit, walau mata masih sedikit bengkak. Saya berjalan cepat, melewati rombongan-rombongan lain, dan dalam 35 menit saya sampai di puncak—rekor pribadi saya.
Di sana saya memesan kopi hitam dan mie kuah, duduk di depan warung, dan mulai merenung. Dari ketinggian, saya melihat laut, kota, dan gunung, sebagian diselimuti awan mendung. Tidak hujan di tempat saya berdiri, tapi hujan sepertinya turun di bawah sana—seperti simbol hidup: kadang mendung tidak berarti kita akan basah.
Di sana, saya sadar: kesendirian tidak selalu berarti kesepian. Kadang justru dari sunyi itulah muncul kesadaran—tentang cinta, luka, dan makna kecil yang selama ini kita remehkan.
Saya teringat pasangan saya. Kami sedang berjuang menuju pernikahan, tapi terkendala uang panaik yang dalam budaya kami, bisa mencapai ratusan juta. Saya bukan orang kaya. Dan dia, dulunya cinta kami pernah kandas. Tapi anehnya, saya tetap sayang. Entah kenapa, berjalan dengannya selalu terasa nyaman. Ia manja, tapi juga punya kedewasaan yang membuat saya merasa pulang.
Ada dilema yang tidak bisa saya ceritakan ke banyak orang. Karena ketika cinta diuji bukan oleh rasa, tapi oleh budaya, status sosial, dan masa lalu yang rumit, siapa yang bisa menentukan letak kegilaannya?
Mungkin benar kata Tara Westover, kegilaan itu bukan sekadar kehilangan akal. Kadang, justru dunia yang sudah kehilangan nurani, tapi masih percaya dirinya waras. Dan kita—yang mencoba tetap jujur, merasa aneh sendiri.
Tapi di puncak sunyi itu, saya sadar satu hal: kebahagiaan tidak selalu datang dari apa yang megah. Kadang dari hal sederhana—secangkir kopi, embusan angin, dan keberanian untuk tetap mencintai, walau tak semua bisa dimenangkan.
Selasa, 19 November 2024
Dari Nasi Kuning ke Jailolo: Cerita Memaknai Perjalanan
![]() |
| dokumentasi pribadi |
"Perjalanan bukan hanya tentang tujuan, tetapi juga tentang apa yang kita temui sepanjang jalan."
Senin, 18 November 2024
Ruang Rapat dan Perjalanan Para Agen Perubahan
Hari ini, seluruh waktu saya di kantor dihabiskan dalam rapat monitoring dan evaluasi program agen perubahan dan reformasi birokrasi. Seyogyanya, rapat ini rutin dilakukan di awal triwulan. Namun, kali ini rapat dilaksanakan di pertengahan triwulan, yang cukup membuat kepala kantor gusar. Beliau merasa tidak ada kondisi krusial yang seharusnya menghambat jadwal rutin ini.
Mengenal Six Thinking Hats: Metode Berpikir Lateral Edward de Bono
Pernahkah Anda merasa kesulitan melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda? Atau mungkin terjebak dalam satu pola pikir yang membuat solusi sulit ditemukan? Setelah membahas berpikir kritis dan kreatif di artikel sebelumnya, kini saatnya kita mengenal sebuah metode berpikir yang revolusioner: Six Thinking Hats, karya Edward de Bono.


