Halaman

Selasa, 19 November 2024

Dari Nasi Kuning ke Jailolo: Cerita Memaknai Perjalanan

Kemarin pagi dimulai seperti biasa, dengan alarm berbunyi pada pukul 06.00. Saya bersiap lebih awal karena ada perjalanan dinas ke Jailolo, Halmahera Barat. Perjalanan yang akan memakan waktu sekitar dua jam dari kantor kami di Sofifi. Seharusnya ini menjadi perjalanan biasa, namun saya mencoba merenungi kesempatan ini lebih dari sekadar perjalanan dinas—ini adalah sebuah kesempatan untuk merenung dan meresapi perjalanan hidup dalam setiap langkahnya.

Pukul 07.30, saya berangkat ke kantor, hanya untuk menyimpan tas, lalu keluar lagi untuk membeli sarapan di mama penjual nasi kuning langganan. Mama sudah sangat mengenal kami. "Aislin?" tanyanya. Saya mengangguk mendengar nama teman saya itu, dan tak lama nasi kuning pun siap dibungkus. Keakraban dalam kebiasaan kecil ini membuat saya merasa seperti di rumah. Saya membayar dengan tiga lembar uang 10 ribu, dan mendapat tiga bungkus nasi kuning yang ditemani mie goreng, abon ikan, dan kerupuk, tak lupa tambahan "dabu-dabu" permintaan Aislin. Makanan yang sederhana, namun penuh kenangan.

Kembali ke kantor pukul 07.45, saya menemukan bahwa tim saya belum ada yang datang. Saya menunggu sambil menikmati nasi kuning, yang saya awali dengan mengaduk nasi kuning dan kodimen lainnya secara merata. Bagi saya, mencampur semua bahan akan membuat rasa lebih menyatu. Mungkin ini juga berlaku untuk kehidupan—kadang kita perlu mencampur berbagai hal untuk menemukan keseimbangan.

Tak lama kemudian, Aislin datang, diikuti Adara dan Naraya. Namun, sayangnya nasi kuning hanya tersisa 2 bungkus, yang satunya sudah jelas milik Aislin. "Naraya saja yang makan," kata Adara. Kami berencana berangkat pukul 08.00, namun ternyata baru pukul 08.45 kami bisa meninggalkan kantor setelah semuanya siap.

Kami sempat berhenti sebentar di pom bensin, namun antrean panjang membuat Aislin memutuskan untuk mengisi bahan bakar nanti di Jailolo, mengingat indikator bahan bakar masih menunjukkan 7 dari 10 baris. Perjalanan kami pun dilanjutkan, singgah sebentar untuk membeli sarapan bagi Adara, dan sedikit cemilan di minimarket. Aislin, yang satu-satunya bisa mengemudi, membawa kami dengan santai dan nyaman. Musik mellow yang ia putar di ponsel yang tersambung dengan pengeras suara mengisi keheningan, dan perjalanan terasa ringan meski panjang.

Rute menuju Jailolo membawa kami melalui desa-desa, kebun pisang, kelapa, cengkeh, dan hutan lebat. Jalanan yang mendaki dan menurun, mengikuti kontur gunung, menciptakan pemandangan yang indah namun juga menantang. Tentu saja, ini bukan perjalanan yang cepat. Kami sempat berharap tiba sebelum pukul 10.00 di desa awal, desa Sidangoli Gam agar bisa mengunjungi dua sekolah, namun kenyataan berkata lain. Kami tiba pukul 10.30, hanya sempat mengunjungi satu sekolah dan kantor kepala desa. Kami terpaksa menunda kunjungan untuk esok lusa.
dokumentasi pribadi

Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke Jailolo, masih sekitar 1 jam perjalanan. Kondisi yang lebih terjal membuat Naraya merasa mual, dan saat kami akhirnya tiba di Jailolo pukul 12.11, ia langsung mencari tempat untuk beristirahat. Kami memutuskan untuk berhenti sejenak di penginapan, menikmati makan siang, sebelum melanjutkan kunjungan dinas kami.

Perjalanan ini mengingatkan saya bahwa meski banyak hal yang tidak berjalan sesuai rencana, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari perjalanan itu sendiri. Dari kebiasaan sederhana menikmati nasi kuning yang diaduk hingga berbagi cerita dengan tim, setiap detik terasa bermakna. Mungkin seperti yang sering kita dengar, 
"Perjalanan bukan hanya tentang tujuan, tetapi juga tentang apa yang kita temui sepanjang jalan."

Senin, 18 November 2024

Ruang Rapat dan Perjalanan Para Agen Perubahan

Hari ini, seluruh waktu saya di kantor dihabiskan dalam rapat monitoring dan evaluasi program agen perubahan dan reformasi birokrasi. Seyogyanya, rapat ini rutin dilakukan di awal triwulan. Namun, kali ini rapat dilaksanakan di pertengahan triwulan, yang cukup membuat kepala kantor gusar. Beliau merasa tidak ada kondisi krusial yang seharusnya menghambat jadwal rutin ini.

Mengenal Six Thinking Hats: Metode Berpikir Lateral Edward de Bono

Pernahkah Anda merasa kesulitan melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda? Atau mungkin terjebak dalam satu pola pikir yang membuat solusi sulit ditemukan? Setelah membahas berpikir kritis dan kreatif di artikel sebelumnya, kini saatnya kita mengenal sebuah metode berpikir yang revolusioner: Six Thinking Hats, karya Edward de Bono.

Sabtu, 16 November 2024

Berpikir Kritis dan Kreatif: Menghadapi Kompleksitas Masalah di Era Teknologi

Ilustrasi Cerita Singkat

ilustrasi : https://id.pinterest.com/pin/554646510381260905/

Arfana, seorang kepala kantor pemerintahan, sedang menghadapi tantangan besar: krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kantornya. Masalah ini begitu serius sehingga jika tidak segera diatasi, dapat memperburuk reputasi instansinya. Untuk mencari solusi, Arfana mengadakan rapat besar yang melibatkan seluruh pegawai.

Jumat, 15 November 2024

Ketika Rasa Tak Bersambut

 

gambar dari https://id.pinterest.com/kezialudji/

Aurora terbangun lagi di tengah malam, tepat pukul 03.14. Suara notifikasi WhatsApp memecah keheningan, membuatnya menggerutu. Baru saja ia berhasil memejamkan mata setelah berjam-jam bergulat dengan pikirannya yang tak henti-henti bekerja—overthinking, istilah yang sering ia dengar.